- Peristiwa Bandung Lautan Api. Jelaskan sebab terjadi peristiwa, jalannya peristiwa, beserta foto tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa tersebut!
Bandung Lautan Api | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia | |||||||
|
|||||||
Pihak yang terlibat | |||||||
Indonesia | Inggris | ||||||
Komandan | |||||||
Muhammad Toha | Brigadir MacDon |
Latar belakang
Pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada tanggal 12 Oktober 1945. Sejak semula hubungan mereka dengan pemerintah RI sudah tegang. Mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk, kecuali TKR dan polisi, diserahkan kepada mereka. Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari kamp tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR tidak dapat dihindari. Malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan-badan perjuangan melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara, termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger yang mereka gunakan sebagai markas. Tiga hari kemudian, MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia, termasuk pasukan bersenjata.Ultimatum Tentara Sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI, TNI kala itu) meninggalkan kota Bandung mendorong TRI untuk melakukan operasi "bumihangus". Para pejuang pihak Republik Indonesia tidak rela bila Kota Bandung dimanfaatkan oleh pihak Sekutu dan NICA. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan pihak Republik Indonesia, pada tanggal 24 Maret 1946[2]. Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III TRI mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan evakuasi Kota Bandung.[rujukan?] Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota Bandung dan malam itu pembakaran kota berlangsung.
Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati. Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu. Dalam pertempuran ini Muhammad Toha dan Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) terjun dalam misi untuk menghancurkan gudang amunisi tersebut. Muhammad Toha berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit. Gudang besar itu meledak dan terbakar bersama kedua milisi tersebut di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan mereka, maka pada pukul 21.00 itu juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung yang nama penciptanya masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa tahun kemudian, lagu "Halo, Halo Bandung" secara resmi ditulis, menjadi kenangan akan emosi yang para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia alami saat itu, menunggu untuk kembali ke kota tercinta mereka yang telah menjadi lautan api.
Asal istilah
Istilah Bandung Lautan Api menjadi istilah yang terkenal setelah peristiwa pembumihangusan tersebut. Jenderal A.H Nasution adalah Jenderal TRI yang dalam pertemuan di Regentsweg (sekarang Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, memutuskan strategi yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris tersebut.Istilah Bandung Lautan Api muncul pula di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan muda saat itu, yaitu Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi."Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api.” Yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air." - A.H Nasution, 1 Mei 1997
Setelah tiba di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan bersemangat segera menulis berita dan memberi judul "Bandoeng Djadi Laoetan Api". Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi "Bandoeng Laoetan Api".
2. Peristiwa Linggarjati. Jelaskan jalannya pelaksanaannya, wakil delegasi masing-masing negara, dan isi perundingan. Sertakan foto Perundingan
Perundingan Linggarjati
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret 1947.
Latar Belakang
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.Misi pendahuluan
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.Jalannya perundingan
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.Hasil perundingan
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura.
- Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
- Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
- Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.Pelanggaran Perjanjian
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.3. Perundingan Renville. Jelaskan jalannya pelaksanaannya, anggota KTN, wakil delegasi masing-masing negara, dan isi perundingan. Sertakan Foto Perundingan
Perjanjian Renville
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.Gencatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.Isi perjanjian
- Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
- Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
- TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta
Pasca perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah.Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
4. Jelaskan dampak perundingan Renville (17 Januari 1948) bagi bangsa Belanda dan dampak bagi Indonesia!
Setelah selesai perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville. Pokok-poko isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut :
- Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia samapi kedaulatan Indonesia diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang segera terbentuk.
- Republik Indonesia Serikat mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam uni Indonesia-Belanda.
- Republik Indonesia akan menjadi negara bagian dari RIS
- Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagain kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
- Pasukan republic Indonesia yang berda di derah kantong haruns ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yakni garis yang menghubungkan dua derah terdepan yang diduduki Belanda.
- Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalaui masa peralihan.
- Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaannya karena grais Van Mook terpaksa harus diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda.
- Pihak republik Indonesia harus menarik seluruh pasukanya yang berda di derah kekuasaan Belanda dan kantong-kantong gerilya masuk ke daerah republic Indonesia.
- Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikururung oleh daerah-daerah kekuasaan belanda.
- Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin republic Indonesia yang mengakibatkan jatuhnya cabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada Belanda.
- Perekonomian Indonesia diblokade secara ketata oleh Belanda
- Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan.
- Dalam usaha memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia, Belanda membentuk negara-negara boneka, seperti; negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO (Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
5. Jelaskanlah faktor-faktor yang memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia! Faktor dari dalam negeri Indonesia dan faktor dari luar negeri.
A Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Konflik Antara Indonesia dengan Belanda
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan konflik Indonesia-Belanda
Bagaimana peran dunia internasional dalam menyelesaikan konflik
tersebut? Apa pengaruh konflik tersebut terhadap keberadaan NKRI? Dan
bagaimana perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan
sehingga Belanda keluar dari Indonesia? Hal ini akan kita pelajari dalam
bab ini agar kita mampu meneladani kebulatan tekad para pahlawan kita.
Perjuangan bangsa Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan hari demi
hari semakin nyata hasilnya. Akan tetapi tantangan yang dihadapi selalu
silih berganti. Seperti telah kita ketahui bahwa Proklamasi Kemerdekaan
dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya pada tanggal 18
Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan dipilih Ir.
Soekarno sebagai Presiden sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil
Presiden. Perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya semakin berat karena
harus mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan kekuasaan bangsa asing.Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda sebagai berikut.
1. Kedatangan Tentara Sekutu Diboncengi oleh NICA
Semenjak
Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 secara hukum
tidak lagi berkuasa di Indonesia. Pada tanggal 10 September 1945
Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa
pemerintahan akan diserahkan kepada Sekutu dan tidak kepada pihak
Indonesia. Pada tanggal 14 September 1945 Mayor Greenhalgh datang di
Jakarta. la merupakan perwira Sekutu yang pertama kali datang ke
Indonesia. Tugas Greenhalgh adalah mempelajari dan melaporkan keadaan di
Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu. Pada tanggal 29
September 1945 pasukan Sekutu mendarat di Indonesia antara lain bertugas
melucuti tentara Jepang. Tugas ini dilaksanakan Komando Pertahanan
Sekutu di Asia Tenggara yang bernama South East Asia Command (SEAC) di
bawah pimpinan Lord Louis Mountbatten yang berpusat di Singapura. Untuk
melaksanakan tugas itu, Mountbatten membentuk suatu komando khusus yang
diberi nama Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) di bawah Letnan
Jenderal Sir Philip Christison.Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah :
1. menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang;
2. membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu;
3. melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan;
4. menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil; dan
5. menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.
Pasukan AFNEI mulai mendarat di Jakarta pada tanggal 29 September 1945 yang terdiri dari tiga divisi yaitu :
1. Divisi India ke-23, di bawah pimpinan Mayor Jendral D.C. Hawthorn yang bertugas untuk daerah Jawa Barat;
2. Divisi India ke-5, di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C. Marsergh yang bertugas untuk daerah Jawa Timur;
3. Divisi India ke-26, di bawah pimpinan Mayor Jenderal H.M. Chambers yang bertugas untuk daerah Sumatra.
Pasukan-pasukan AFNEI hanya bertugas di Sumatera dan Jawa, sedangkan untuk daerah Indonesia lainnya diserahkan tugasnya kepada angkatan perang Australia. Pada mulanya kedatangan Sekutu disambut dengan senang hati oleh bangsa Indonesia. Hal ini karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Sekutu secara diam-diam membawa orang-orang Netherland Indies Civil Administration (NICA), yakni pegawai-pegawai sipil Belanda maka bangsa Indonesia curiga dan akhirnya menimbulkan permusuhan.
2. Kedatangan Belanda (NICA) Berupaya untuk Menegakkan Kembali Kekuasaannya di Indonesia
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison menyadari bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI. Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk menyelesaikannya.
B Peran Dunia Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia-Belanda
1. Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Masuknya
kembali Belanda ke Indonesia dengan membonceng Sekutu ternyata
berakibat konflik yang berkepanjangan antara Indonesia dengan Belanda.
Untuk itu bangsa Indonesia berjuang dengan cara diplomasi maupun
kekuatan senjata. Pada tanggal 25 Maret 1947 Indonesia dan Belanda
menandatangani Persetujuan Linggajati. Meskipun persetujuan Linggajati
ditandatangani, namun hubungan antaraIndonesia dengan Belanda semakin memburuk. Belanda melakukan pelanggaran terhadap persetujuan Linggajati maupun perjanjian gencatan yang diadakan sebelumnya dengan melancarkan agresi militer terhadap pemerintahan Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Kota-kota di Sumatera maupun Jawa digempur dengan pasukan bersenjata lengkap dan modern. Pada tanggal 29 Juli 1947 Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan dari Singapura sumbangan Palang Merah Malaya (Malaysia) kepada Indonesia ditembak oleh pesawat Belanda di Yogyakarta. Gugur dalam peristiwa ini di antaranya Komodor Muda Udara A. Adisutjipto dan Komodor Muda Udara Dr. Abdurrahman Saleh. Bagaimana reaksi dunia luar terhadap tindakan Belanda yang melakukan tindakan kekerasan terhadap Indonesia tersebut? Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia- Belanda ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain. Menindaklanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan Komisi Pengawas gencatan senjata.
Usul di atas didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia, dan Suriah tetapi diveto Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
a. Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,
b. Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda,
c. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu di wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil mempertemukan Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dari perundingan Renville wilayah Rl semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya karena diduduki Belanda.
2. Peranan Konferensi Asia dan Resolusi Dewan Keamanan PBB
Aksi
militer Belanda tanggal 21 Juli 1947 terhadap Republik Indonesia
menimbulkan reaksi dunia luar. Inggris dan Amerika Serikat tidak setuju
dengan tindakan Belanda itu, tetapi ragu-ragu turun tangan. Di antara
negara yang tampil mendukung Indonesia adalah Autralia dan India.
Australia mendukung Indonesia karena ingin menegakkan perdamaian dan
keamanan dunia sesuai dengan piagam PBB. Di samping itu Partai Buruh
Australia yang sedang berkuasa sangat simpatik terhadap perjuangan
kemerdekaan. Sedangkan India mendukung Indonesia karena solidaritas
sama-sama bangsa Asia juga senasib karena sebagai bangsa yang menentang
penjajahan. Hubungan Indonesia dengan India terjalin baik terbukti pada
tahun 1946 Indonesia menawarkan bantuan padi sebanyak 500.000 ton untuk
disumbangkan kepada India yang sedang dilanda bahaya kelaparan.
Sebaliknya India juga menawarkan benang tenun, alat-alat pertanian, dan
mobil. Pada waktu Belanda melakukan aksi militernya yang kedua yakni
pada tanggal 19 Desember 1948, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal
Nehru dan Perdana Menteri Birma (Myanmar) U Aung San memprakarsai
Konferensi Asia. Konferensi ini diselanggarakan di New Delhi dari
tanggal 20 - 23 Januari 1949 yang dihadiri oleh utusan dari
negara-negara Afganistan, Australia, Burma (Myanmar), Sri Langka,
Ethiopia, India, Iran, Iraq, Libanon, Pakistan, Philipina, Saudi Arabia,
Suriah dan Yaman. Hadir sebagai peninjau adalah wakil dari
negara-negara Cina, Nepal, Selandia Baru, dan Muangthai. Wakil-wakil
dari Indonesia yang hadir antara lain Mr. A.A. Maramis, Mr. Utojo, Dr.
Surdarsono, H. Rasjidi, dan Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Konferensi
Asia tersebut menghasilkan resolusi yang kemudian disampaikan kepada
Dewan Keamanan PBB. Isi resolusinya antara lain sebagai berikut.a. Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Pembentukan perintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c. Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia
d. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.
Dengan adanya dukungan dari negara-negara di Asia, Afrika, Arab, dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut.
a. Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
b. Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 di wilayah RI; pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
c. Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggar jati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal l Juli 1949.
d. Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik; untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
Resolusi itu dirasa oleh bangsa Indonesia masih ada kekurangan yakni bahwa Dewan Keamanan PBB tidak mendesak Belanda untuk mengosongkan daerah-daerah RI selain Yogyakarta. Di samping itu Dewan Keamanan tidak memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap resolusinya. Akan tetapi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai maka selalu menaati semua isi resolusi sepanjang sesuai dengan prinsip Indonesia Merdeka dan sikap berperang untuk mempertahankan diri.
C Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda terhadap Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pengaruh Konflik Indonesia-Belanda terhadap Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pada Waktu Agresi Militer Belanda Pertama
Persetujuan
Linggajati yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 antara
Indonesia-Belanda sebagai upaya mengatasi konflik melalui jalur
diplomasi. Akan tetapi, Belanda mengingkari perundingan ini dengan jalan
melakukan agresi militer pertama pada tanggal 21 Juli 1947. Tujuan
Belanda tidak dapat melakukannya sekaligus, oleh karena itu untuk tahap
pertama Belanda harus mencapai sasaran sebagai berikut.- Bidang Politik : Pengepungan ibu kota RI dan penghapusan RI dari peta (menghilangkan de facto RI).
- Bidang Ekonomi: perebutan daerah-daerah penghasil bahan makanan (daerah beras di Jawa Barat dan Jawa Timur) dan bahan ekspor (perkebunan di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera serta pertambangan dan perkebunan di Sumatera)
- Bidang Militer: Penghancuran TNI.
Jika tahap pertama ini dapat berhasil maka tahap berikutnya adalah meng-hancurkan RI secara total. Ibu kota RI pada waktu itu terkepung sehingga hubungan ke luar sulit dan ekonomi RI mengalami kesulitan karena daerah-daerah penghasil beras jatuh ke tangan Belanda. Akan tetapi untuk menghancurkan TNI mengalami kesulitan sebab TNI menggunakan siasat perang rakyat semesta dengan bergerilya dan bertahan di desa-desa. Dengan demikian Belanda hanya menguasai dan bergerak di kota-kota besar dan jalan-jalan raya, sedangkan di luar itu masih dikuasai TNI.
Dalam Agresi Militer pertama ini walaupun Belanda berhasil menduduki beberapa daerah kekuasaan RI akan tetapi secara politis Republik Indonesia naik kedudukannya di mata dunia. Negara-negara lain merasa simpati seperti Liga Arab yang sejak 18 November 1946 mengakui kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Arab Saudi yang semula ragu-ragu mengakui kemerdekaan Indonesia kemudian mengakui pula. Agresi militer Belanda terhadap Indonesia mengakibatkan permusuhan negara-negara Arab terhadap Belanda dan menjadi simpati terhadap Indonesia. Dengan demikian dapat menguatkan kedudukan RI terutama di kawasan penting secara politik yaitu Timur Tengah. Dengan adanya agresi militer pertama maka Dewan Keamanan PBB ikut campur tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara. Melalui serangkaian perundingan yakni Perundingan Renville dan Perundingan Kaliurang merupakan upaya untuk mengatasi konflik. Sebagai negara yang cinta damai Indonesia bersedia berunding, namun Belanda menjawab lagi dengan kekerasan yakni melakukan agresinya yang kedua.
2. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pada
Waktu Agresi Militer Belanda Kedua Pada tanggal18 Desember 1948, pukul
23.30, Dr. Beel mengumumkan sudah tidak terikat lagi dengan Perundingan
Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, pukul 06.00, Belanda
melancarkan agresinya yang kedua dengan menggempur ibu kota RI,
Yogyakarta. Dalam peristiwa ini pimpinan-pimpinan RI ditawan oleh
Belanda. Mereka adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta,
Syahrir (Penasihat Presiden) dan sejumlah menteri termasuk Menteri Luar
Negeri Agus Salim. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat di tepi
Danau Toba dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Bangka. Presiden Soekarno
kemudian dipindahkan ke Bangka. Dengan ditawannya pimpinan-pimpinan
negara RI dan jatuhnya Yogyakarta, Dr. Beel menyatakan bahwa Republik
Indonesia tidak ada lagi. Belanda mengira bahwa dari segi militer aksi
itu berhasil dengan gemilang. Belanda menyatakan demikian karena akan
membentuk Pemerintah Federal. Sementara tanpa keikutsertaan Republik
Indonesia. Padahal Republik Indonesia tetap ada dengan dibentuknya
Pemerintah Darurat Republik Indonesia. Sebab sebelum pasukan-pasukan
Belanda tiba, pemerintah RI mengirimkan telegram kepada Syafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berkunjung ke Sumatera untuk mendirikan Pemerintah Darurat RI (PDRI). Seandainya Syafruddin tidak dapat menjalankan tugas, maka Presiden Soekarno menugaskan kepada Dr. Sudarsono, L.N. Palar, dan Mr. A.A. Maramis yang sedang di New Delhi untuk membentuk Pemerintah Pelarian (Exile Government) di India. Pada tanggal 19 Desember 1948 Syafruddin Prawiranegara berhasil mendirikan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera. Sementara itu sampai dengan Januari 1949, Belanda menambah pasukannya ke daerah RI untuk menunjukkan bahwa mereka berkuasa. Akan tetapi kenyataannya Belanda hanya menguasai di kota-kota dan jalan raya dan Pemerintahan RI masih berlangsung sampai di desa-desa. Rakyat dan TNI bersatu berjuang melawan Belanda dengan siasat perang gerilya. TNI di bawah pimpinan Jenderal Sudirman menyusun kekuatan yang kemudian melancarkan serangan terhadap Belanda. Alat-alat perhubungan seperti kawat-kawat telepon diputuskan, jalan-jalan kereta api di rusak, jembatan: dihancurkan agar tidak dapat digunakan Belanda. Jenderal Sudirman walaupun dalam keadaan sakit masih memimpin perjuangan dengan bergerilya di Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan menjelajahi daerah-daerah pedesaan, naik gunung turun gunung. Route perjalanan yang ditempuh dari Yogyakarta, Surakarta, Madiun, dan Kediri. Perhatikan route gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman berikut ini!
Pada tanggal 23 Desember 1948 Pemerintah Darurat RI di Sumatera mengirimkan perintah Kepada wakil RI di PBB lewat radio yang isinya bahwa pemerintah RI bersedia memerintahkan penghentian tembak menembak dan memasuki meja perundingan. Ketika Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari 1949 tentang penghentian tembak menembak dan mereka yakin bahwa R1 tinggal namanya, dilancarkanlah Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai bukti bahwa RI masih ada dan TNI masih kuat. Dalam serangan ini pihak RI berhasil memukul mundur kedudukan Belanda di Yogyakarta selama 6 jam. Dengan kenyataan-kenyataan di atas membuktikan bahwa pada waktu konflik Indonesia-Belanda maka Negara Kesatuan RI tetap ada walaupun pihak Belanda menganggap RI sudah tidak ada.
D Aktivitas Diplomasi Indonesia di Dunia Internasional untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Salah satu bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan adalah perjuangan diplomasi, yakni perjuangan melalui meja
perundingan. Ketika Belanda ingin menanamkan kembali kekuasaannya di
Indonesia temyata selalu mendapat perlawanan dari bangsa Indonesia. Oleh
karena itu pemimpin Sekutu berusaha mempertemukan antara pemimpin
Indonesia dengan Belanda melalui perundingan-perundingan sebagai berikut :
1. Pertemuan Soekarno-Van Mook
Pertemuan antara wakil-wakil Belanda dengan para pemimpin Indonesia
diprakarsai oleh Pang lima AFNEI Letnan Jenderal Sir Philip Christison
pada tanggal 25 Oktober 1945. Dalam pertemuan tersebut pihak Indonesia
diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Sobardjo, dan H. Agus
Salim, sedangkan pihak Belanda diwakili Van Mook dan Van Der Plas.
Pertemuan ini merupakan pertemuan untuk menjajagi kesepakatan kedua
belah pihak yang berselisih. Presiden Soekamo mengemukakan kesediaan
Pemerintah Republik Indonesia untuk berunding atas dasar pengakuan hak
rakyat Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan Van Mook
mengemukakan pandangannya mengenai masalah Indonesia di masa depan bahwa
Belanda ingin menjalankan untuk Indonesia menjadi negara persemakmuran
berbentuk federal yang memiliki pemerintah sendiri di lingkungan
kerajaan Belanda. Yang terpenting menurut Van Mook bahwa pemerintah
Belanda akan memasukkan Indonesia menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Tindakan Van Mook tersebut disalahkan oleh Pemerintah
Belanda terutama oleh Parlemen, bahkan Van Mook akan dipecat dari
jabatan wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Indonesia).
2. Pertemuan Sjahrir-Van Mook
Pertemuan
ini dilaksanakan pada tanggal 17 November 1945 bertempat di Markas
Besar Tentara Inggris di Jakarta ( Jalan Imam Bonjol No.1). Dalam
pertemuan ini pihak Sekutu diwakili oleh Letnan Jenderal Christison,
pihak Belanda oleh Dr. H.J. Van Mook, sedangkan delegasi Republik
Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Sebagai
pemrakarsa pertemuan ini, Christison bermaksud mempertemukan pihak
Indonesia dan Belanda di samping menjelaskan maksud kedatangan tentara
Sekutu, akan tetapi pertemuan ini tidak membawa hasil.
3. Perundingan Sjahrir - Van Mook
Pertemuan-pertemuan
yang diprakarsai oleh Letnan Jenderal Christison selalu mengalami
kegagalan. Akan tetapi pemerintah Inggris terus berupaya mempertemukan
Indonesia dengan Belanda bahkan ditingkatkan menjadi perundingan. Untuk
mempertemukan kembali pihak Indonesia dengan pihak Belanda, pemerintah
Inggris mengirimkan seorang diplomat ke Indonesia yakni Sir Archibald
Clark Kerr sebagai penengah. Pada tanggal 10 Februari 1946 perundingan
Indonesia-Belanda dimulai. Pada waktu itu Van Mook menyampaikan
pernyataan politik pemerintah Belanda antara lain sebagai berikut.(1) Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
(2) Urusan dalam negeri dijalankan Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1946 Sjahrir menyampaikan usul balasan yang berisi antara lain sebagai berikut.
(1) Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
(2) Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
Usul dari pihak Indonesia di atas tidak diterima oleh pihak Belanda dan selanjutnya Van Mook secara pribadi mengusulkan untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerja sama dalam rangka pembentukan negara federal dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Pada tanggal 27 Maret 1946 Sutan Sjahrir mengajukan usul baru kepada Van Mook antara lain sebagai berikut.
(1) Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Rl atas Jawa dan Sumatera.
(2. Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
(3) RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, Curacao, menjadi peserta dalam ikatan negara Belanda.
4. Perundingan di Hooge Veluwe
Perundingan ini dilaksanakan pada tanggal 14 - 25 April 1946 di Hooge
Veluwe (Negeri Belanda), yang merupakan kelanjutan dari
pembicaraan-pembicaraan yang telah disepakati Sjahrir dan Van Mook. Para
delegasi dalam perundingan ini adalah:(1) Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo yang mewakili pihak pemerintah RI;
(2) Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa yang mewakili Belanda, dan
(3) Sir Archibald Clark Kerr mewakili Sekutu sebagai penengah.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Veluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta. Pihak Belanda tidak bersedia memberikan pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatra tetapi hanya Jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
5. Perundingan Linggajati
Walaupun
Perundingan Hooge Veluwe mengalami kegagalan akan tetapi dalam
prinsipnya bentuk-bentuk kompromi antara Indonesia dan Belanda sudah
diterima dan dunia memandang bahwa bentuk-bentuk tersebut sudah pantas.
Oleh karena itu pemerintah Inggris masih memiliki perhatian besar
terhadap penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda dengan mengirim Lord
Killearn sebagai pengganti Prof Schermerhorn. Pada tanggal 7 Oktober
1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah
Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah
kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini
masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya
dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn.
Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:(l). Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
(2). Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Dalam mencapai kesepakatan di bidang politik antara Indonesia dengan Belanda diadakanlah Perundingan Linggajati. Perundingan ini diadakan sejak tanggal 10 November 1946 di Linggajati, sebelah selatan Cirebon. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, dengan anggotanya Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir, dengan anggotaanggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Ali Boediardjo. Sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn, komisaris istimewa Inggris untuk Asia Tenggara. Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut.
(1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
(3) Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meskipun isi perundingan Linggajati masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda, akan tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena Inggris dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
6. Perundingan Renville
Perbedaan
penafsiran mengenai isi Perundingan Linggajati semakin memuncak dan
akhirnya Belanda melakukan Agresi Militer pertama terhadap Indonesia
pada tanggal 21 Juli 1947. Atas prakasa Komisi Tiga Negara (KTN), maka
berhasil dipertemukan antara pihak Indonesia dengan Belanda dalam sebuah
perundingan. Perundingan ini dilakukan di atas kapal pengangkut pasukan
Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang sedang berlabuh di
pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut.
(1) Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
(2) Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
(3) Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Akibat dari perundingan Renville ini wilayah Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi lebih sempit lagi. Akan tetapi, RI bersedia menandatangani perjanjian ini karena beberapa alasan di antaranya adalah karena persediaan amunisi perang semakin menipis sehingga kalau menolak berarti belanda akan menyerang lebih hebat. Di samping itu juga tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong serta RI yakin bahwa pemungutan suara akan dimenangkan pihak Indonesia.
7. Persetujuan Roem-Royen
Ketika
Dr. Beel menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, ia
mempunyai pandangan yang berbeda dengan Van Mook tentang Indonesia. Ia
berpendirian bahwa di Indonesia harus dilaksanakan pemulihan kekuasaan
pemerintah kolonial dengan tindakan militer. Oleh karena itu pada
tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel mengumumkan tidak terikat dengan
Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan agresi militernya yang
kedua pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00 pagi dengan
menyerang ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan peristiwa
ini Komisi Tiga Negara (KTN) diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesian
atau UNCI). Komisi ini bertugas membantu melancarkan
perundingan-perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7
Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen
selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan
sebagai berikut.1). Pernyataan Mr. Moh Roem.
a. Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c. Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.
2). Pernyataan Dr. Van Royen
a. Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c. Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e. Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
8. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Salah satu pernyataan Roem-Royen adalah segera diadakan Konferensi Meja
Bundar (KMB). Sebelum dilaksanakan KMB diadakanlah Konferensi Inter -
Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia dengan BFO (Bijjenkomst
voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan Federal.
Konferensi ini berlangsung dua kali yakni tanggal 19 - 22 Juli 1949 di
Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 1949 di Jakarta. Salah
satu keputusan penting dalam konferensi ini ialah bahwa BFO menyokong
tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatanikatan politik ataupun ekonomi. Pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees. Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley. Pada tanggal 2 November 1949 berhasil ditandatangani persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut.
1. Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2. Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3. Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia - Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4. Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.
Dari hasil KMB itu dinyatakan bahwa pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).
E Perjuangan Rakyat dan Pemerintah di Berbagai Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal
29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan
ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang
baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia
yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka
menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap
pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa
Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan
pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan sebagai berikut.
1. Pertempuran Surabaya
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal A W.S. Mallaby mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan
Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara Jepang
dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil
di mana perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan
prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal yang telah berpengalaman
perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan Gubernur
R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara
wakil-wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan
yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.1). Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda.
2). Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3). Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar.
4). Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan Sekutu melanggar kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan membebaskan para tawanan Belanda di antaranya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata mereka. Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris terjadi pada tanggal 27 Oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital. Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di pihak kita banyak jatuh korban. Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintah RI dengan Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini dilanggar oleh pihak Sekutu. Dalam salah satu insiden, Jenderal Mallaby terbunuh. Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10 Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri sebanyak 10.000 - 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah “Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
2. Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah
pimpinan Brigadir lenderal Bethel semula diterima dengan baik oleh
rakyat karena akan mengurus tawanan perang. Akan tetapi, secara
diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan
perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang
antara TKR dengan tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945
Presiden Soekarno dan Brig.Jend. Bethel mengadakan perundingan gencatan
senjata.Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa. Pasukan Angkatan Muda di bawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun strategi penyerangan terhadap musuh. Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan di benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
3. Pertempuran Medan Area dan Sekitarnya
Berita
Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus
1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari
tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang
diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk
menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk
Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945
pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan
ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu
membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para
bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya
insiden di beberapa tempat.Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Lasykar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
F Kronologi Berbagai Peristiwa Penting Baik di Tingkat Pusat Maupun Daerah dalam Usaha Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia terjadilah peristiwa-peristiwa
baik di tingkat pusat maupun daerah. Peristiwa-peristiwa tersebut di
antaranya Bandung Lautan Api, Puputan Margarana, Peristiwa Westerling di
Makassar, dan Serangan umum 1 Maret 1949.
1. Bandung Lautan Api
Pada tanggal 17 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Bandung. Pada
waktu itu para pemuda dan pejuang di kota Bandung sedang
gencar-gencarnya merebut senjata dan kekuasaan dari tangan Jepang. Oleh
Sekutu, senjata dari hasil pelucutan tentara Jepang supaya diserahkan
kepadanya. Bahkan pada tanggal 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan
ultimatum agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak
Indonesia paling lambat tanggal 29 November 1945 dengan alasan untuk
menjaga keamanan. Oleh para pejuang, ultimatum tersebut tidak diindahkan
sehingga sejak saat itu sering terjadi insiden dengan pasukan-pasukan
Sekutu.Sekutu mengulangi ultimatumnya pada tanggal 23 Maret 1946 yakni agar TRI meninggalkan kota Bandung. Dengan adanya ultimatum ini, pemerintah Republik Indonesia di Jakarta menginstruksikan agar TRI mengosongkan kota Bandung, akan tetapi dari markas TRI di Yogyakarta menginstruksikan agar kota Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya, para pejuang Bandung meninggalkan kota Bandung walaupun dengan berat hati. Sebelum meninggalkan kota Bandung terlebih dahulu para pejuang Republik Indonesia menyerang ke arah kedudukan-kedudukan Sekutu sambil membumihanguskan kota Bandung bagian Selatan. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Bandung
Lautan Api.
2. Puputan Margarana
Salah satu isi perundingan Linggajati pada tanggal l0 November 1946
adalah bahwa Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan
wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya
Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1
Januari 1949. Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan
pasukannya kurang lebih 2000 tentara di Bali, ikut pula tokoh-tokoh yang
memihak Belanda. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai
Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta untuk
mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI. Sementara itu
perkembangan politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang
menguntungkan akibat perundingan Linggajati di mana Bali tidak diakui
sebagai bagian wilayah Republik Indonesia. Rakyat Bali merasa kecewa
terhadap isi perundingan ini. Lebih-lebih ketika Belanda membujuk Letnan
Kolonel I Gusti Ngurah Rai diajak membentuk Negara Indonesia Timur.
Ajakan tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan
dijawab dengan perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946 I
Gusti Ngurah Rai memperoleh kemenangan dalam penyerbuan ke tangsi NICA
di Tabanan. Kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatan di Bali dan
Lombok untuk menghadapi perlawanan rakyat Bali ini. Pertempuran hebat
terjadi pada tanggal 29 November 1946 di Margarana, sebelah utara
Tabanan. Karena kalah dalam persenjataan maka pasukan Ngurah Rai dapat
dikalahkan. I Gusti Ngurai Rai mengobarkan perang “Puputan” atau
habis-habisan demi membela Nusa dan Bangsa. Akhirnya I Gusti Ngurai Rai
bersama anak buahnya gugur sebagai kusuma bangsa.
3. Peristiwa Westerling di Makassar
Sebagai
Gubernur Sulawesi Selatan yang diangkat tahun 1945, Dr. G.S.S.J.
Ratulangie melakukan aktivitasnya dengan membentuk Pusat Pemuda Nasional
Indonesia (PPNI). Organisasi yang bertujuan untuk menampung aspirasi
pemuda ini pernah dipimpin oleh Manai Sophian. Sementara itu pada bulan
Desember 1946 Belanda mengirimkan pasukan ke Sulawesi Selatan di bawah
pimpinan Raymond Westerling. Kedatangan pasukan ini untuk “membersihkan”
daerah Sulawesi Selatan dari pejuang-pejuang Republik dan menumpas
perlawanan rakyat yang menentang terhadap pembentukan Negara Indonesia
Timur. Di daerah ini pula, pasukan Australia yang diboncengi NICA
mendarat kemudian membentuk pemerintahan sipil. di Makassar karena
Belanda melakukan usaha memecah belah rakyat maka tampillah
pemuda-pemuda pelajar seperti A. Rivai, Paersi, dan Robert Wolter
Monginsidi melakukan perlawanan dengan merebut tempat-tempat strategis
yang dikuasai NICA. Selanjutnya untuk menggerakkan perjuangan
dibentuklah Laskar Pemberontak Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dengan
tokohtokohnya Ranggong Daeng Romo, Makkaraeng Daeng Djarung, dan Robert
Wolter Monginsidi sebagai Sekretaris Jenderalnya. Sejak tanggal 7 - 25
Desember 1946 pasukan Westerling secara keji membunuh beribu-ribu rakyat
yang tidak berdosa. Pada tanggal 11 Desember 1946 Belanda menyatakan
Sulawesi dalam keadaan perang dan hukum militer. Pada waktu itu Raymond
Westerling mengadakan aksi pembunuhan massal di desa-desa yang
mengakibatkan sekitar 40.000 orang tidak berdosa menjadi korban
kebiadaban. Bagaimanakah pendapat kamu tentang tindakan Raymond
Westerling tersebut?
4. Serangan Umum 1 Maret 1949
Ketika Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua pada bulan
Desember 1948 ibu kota RI Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. Presiden
Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumlah menteri ditawan
oleh Belanda. Belanda menyatakan bahwa RI telah runtuh. Namun di luar
perhitungan Belanda pada saat yang krisis ini terbentuklah Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Buktitinggi, Sumatera Barat. Di
samping itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta tetap mendukung RI sehingga masyarakat Yogyakarta juga
memberikan dukungan kepada RI. Pimpinan TNI di bawah Jenderal Sudirman
yang sebelumnya telah menginstruksikan kepada semua komandan TNI melalui
surat Perintah Siasat No.1 bulan November 1948 isinya antara lain:
(1) memberikan kebebasan kepada setiap komandan untuk melakukan serangan terhadap posisi militer Belanda;
(2) memerintahkan kepada setiap komandan untuk membentuk kantong-kantong pertahanan (wehrkreise); dan
(3) memerintahkan agar semua kesatuan TNI yang berasal dari daerah pendudukan untuk segera meninggalkan Yogyakarta untuk kembali ke daerahnya masing-masing (seperti Devisi Siliwangi harus kembali ke Jawa Barat), jika Belanda menyerang Yogyakarta. Untuk pertahanan daerah Yogyakarta dan sekitarnya diserahkan sepenuhnya kepada pasukan TNI setempat yakni Brigade 10 di bawah Letkol Soeharto.
Dengan adanya agresi Militer Belanda maka dalam beberapa minggu kesatuan TNI dan kekuatan bersenjata lainnya terpencar-pencar dan tidak terkoordinasi. Namun para pejuang mampu melakukan komunikasi melalui jaringan radio, telegram maupun para kurir. Bersamaan dengan upaya konsolidasi di bawah PDRI, TNI melakukan serangan secara besar-besaran terhadap posisi Belanda di Yogyakarta. Serangan ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin oleh Letkol Soeharto. Sebelum serangan dilakukan, terlebih dahulu meminta persetujuan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Serangan Umum ini dilakukan dengan mengkonsentrasikan pasukan dari sektor Barat (Mayor Ventje Samual), Selatan dan Timur (Mayor Sarjono) dan Sektor Kota (Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki). Serangan umum ini membawa hasil yang memuaskan sebab para pejuang dapat menguasai kota Yogyakarta selama 6 jam yakni jam 06.00 sampai jam 12.00. Berita Serangan Umum ini disiarkan RRI yang sedang bergerilya di daerah Gunung Kidul, yang dapat ditangkap RRI di Sumatera, selanjutnya dari Sumatera berita itu disiarkan ke Yangoon dan India. Keesokan harinya peristiwa itu juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke PDRI di Buktitinggi melalui radiogram dan juga disampaikan pula kepada Maramis. (diplomat RI di New Delhi, India) dan L.N. Palar (Diplomat RI di New York, Amerika Serikat). Serangan Umum 6 Jam di Yogyakarta ini mempunyai arti penting yaitu sebagai berikut. Ke dalam : - Meningkatkan semangat para pejuang RI, dan juga secara tidak
langsung memengaruhi sikap para pemimpin negara federal buatan Belanda yang tergabung dalam BFO. - Mendukung perjuangan secara diplomasi, yakni Serangan Umum ini berdampak adanya perubahan sikap pemerintah Amerika Serikat yang semula mendukung Belanda selanjutnya menekan kepada pemerintah Belanda agar melakukan perundingan dengan RI. Ke luar - Menunjukkan kepada dunia Internasional bahwa TNI mempunyai kekuatan untuk melakukan serangan; dan - Mematahkan moral pasukan Belanda.
G Faktor-Faktor yang Memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
Ketika Belanda melakukan agresi militemya yang kedua, tanggal 19
Desember 1948, Dewan Keamanan PBB merasa tersinggung karena tindakan
Belanda tersebut telah melanggar persetujuan gencatan senjata yang telah
diprakasai oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Di dalam negeri Indonesia pun
Belanda tidak memperoleh dukungan politik bahkan para pejuang melakukan
gerilya maupun serangan umum. Menghadapi kondisi yang demikian ini maka
Belanda mengubah sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan senjata.
Penghentian tembak menembak akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11
Agustus 1949, dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus 1949. Pada masa
gencatan senjata itulah berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag
pada tanggal 23 Agustus 1949. Dalam konferensi ini hasil utamanya antara
lain bahwa Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat
pada akhir bulan Desember 1949. dengan demikian hal ini memaksa Belanda
harus keluar dari bumi Indonesia. Sebenarnya faktor-faktor apa saja yang
memaksa Belanda harus keluar dari Indonesia?a. Faktor dari Dalam
1). Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2). Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3). Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4). Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
b. Faktor dari Luar
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar